Oktober 20, 2025
Seri Hukum Keluarga Islam: Bagian 1 - Dari Mana Hukum Keluarga Bermula?
Mengenal Makna, Ruang Lingkup, dan Urgensi Hukum Keluarga dalam Kehidupan Umat Islam
Oleh: Lina Amalia -Paralegal LBH Anamfal-
Senin, 20 Oktober 2025
Pendahuluan
Keluarga adalah fondasi utama dalam membangun masyarakat yang beradab. Di dalamnya, nilai-nilai kasih sayang, tanggung jawab, dan keadilan pertama kali diajarkan dan dipraktikkan. Karena itulah, Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap tata aturan kehidupan keluarga. Dalam pandangan Islam, keluarga bukan hanya urusan pribadi, melainkan juga bagian dari sistem sosial dan keagamaan yang harus dijaga keseimbangannya.
Namun, di tengah derasnya arus perubahan sosial dan modernisasi, banyak nilai-nilai keluarga yang mulai bergeser. Di sinilah pentingnya memahami kembali dari mana hukum keluarga Islam bermula dan bagaimana kedudukannya dalam kehidupan umat. Hukum keluarga menjadi penuntun agar kehidupan rumah tangga tetap berada di jalur yang diridhai Allah, sekaligus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika zaman.
Makna Hukum Keluarga Islam
Secara terminologis, hukum keluarga Islam adalah seperangkat aturan syariat yang mengatur segala hal terkait hubungan kekeluargaan, mulai dari pernikahan, perceraian, perwalian, hingga warisan. Dalam bahasa Arab, bidang ini disebut Ahwal al-Syakhsiyyah, yang berarti “urusan pribadi atau kepribadian.” Penamaan ini menunjukkan bahwa hukum keluarga menyentuh sisi paling intim dalam kehidupan seorang muslim.
Hukum, hukum keluarga merupakan cerminan nilai-nilai moral Islam yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalamnya terkandung prinsip tanggung jawab, kesetaraan, dan keadilan antara sesama anggota keluarga. Ia juga menjadi panduan agar setiap keputusan dalam keluargabaik yang sederhana maupun yang rumit agar selalu berpijak pada ajaran Ilahi.
Dengan demikian, memahami hukum keluarga Islam bukan hanya untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, tetapi juga untuk menanamkan kesadaran bahwa setiap hubungan dalam keluarga memiliki dimensi ibadah dan tanggung jawab di hadapan Allah.
Kemudian Dalam konteks hukum positif di Indonesia, pengertian hukum keluarga Islam juga tercermin dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991. KHI berfungsi sebagai pedoman hukum bagi pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan dengan keluarga, seperti perkawinan, warisan, dan perwalian. Di dalamnya, hukum keluarga dipahami sebagai seperangkat aturan yang bersumber dari syariat Islam, yang mengatur hak dan kewajiban antara individu dalam hubungan kekeluargaan. Dengan demikian, KHI menjadi wujud nyata dari penerapan hukum keluarga Islam di Indonesia yang menyesuaikan prinsip-prinsip syariat dengan sistem hukum nasional.
Ruang Lingkup Hukum Keluarga
Ruang lingkup hukum keluarga Islam sangat luas dan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia yang berkaitan dengan status pribadi dan hubungan kekeluargaan. Ia mengatur bagaimana seseorang menjalani kehidupan rumah tangga, mengatur hak dan kewajiban antaranggota keluarga, hingga pengelolaan harta setelah seseorang meninggal dunia. Secara umum, ruang lingkup hukum keluarga Islam meliputi beberapa bidang utama berikut:
1. Perkawinan (Nikah)
Hukum keluarga mengatur tentang syarat dan rukun pernikahan, hak serta kewajiban suami istri, dan tujuan pernikahan itu sendiri. Dalam Islam, pernikahan bukan hanya kontrak sosial, tetapi juga ibadah yang menyempurnakan separuh agama. Tujuan akhirnya adalah terciptanya ketenteraman batin (sakinah), kasih sayang (mawaddah), dan rahmat dalam rumah tangga. Dengan adanya hukum yang mengatur, pernikahan menjadi lembaga suci yang berjalan dalam koridor keadilan dan tanggung jawab.
2. Perceraian (Thalaq, Khulu’, Fasakh)
Walaupun Islam memperbolehkan perceraian, hukum keluarga menegaskan bahwa hal itu merupakan jalan terakhir setelah segala upaya damai ditempuh. Perceraian harus dilakukan dengan cara yang baik dan tidak boleh mengandung unsur kezaliman. Bahkan dalam perpisahan, Islam mengajarkan adab dan keadilan agar hubungan tetap dijaga dengan hormat. Tujuannya bukan sekadar memutus hubungan, tetapi juga menjaga kehormatan kedua belah pihak serta melindungi hak-hak yang masih melekat, seperti nafkah dan pengasuhan anak.
3. Nafkah dan Hak-hak Keluarga
Dalam hukum keluarga, keseimbangan hak dan kewajiban adalah kunci utama. Seorang suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, baik secara materi maupun emosional. Istri juga memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik dan adil. Begitu pula anak-anak memiliki hak untuk mendapatkan kasih sayang, pendidikan, dan perlindungan yang layak. Semua itu diatur agar tidak ada pihak yang dirugikan atau diabaikan, karena kesejahteraan keluarga adalah cerminan dari keadilan dalam hukum Islam.
4. Perwalian
Perwalian memiliki kedudukan penting dalam menjaga hak orang-orang yang belum cakap hukum, seperti anak kecil atau perempuan yang belum menikah. Dalam pernikahan, wali berperan memastikan bahwa akad nikah dilakukan dengan sah dan sesuai dengan prinsip syariat. Sedangkan dalam pengasuhan, wali bertanggung jawab atas keselamatan, pendidikan, dan kesejahteraan anak di bawah perwaliannya. Islam menempatkan perwalian sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang luhur, bukan sebagai sarana untuk membatasi kebebasan seseorang.
5. Wasiat
Wasiat adalah pemberian seseorang kepada pihak lain yang baru berlaku setelah ia meninggal dunia. Islam memperbolehkan wasiat hingga sepertiga dari total harta yang dimiliki, kecuali para ahli waris menyetujui lebih dari itu. Hukum keluarga mengatur wasiat agar tidak menimbulkan perselisihan setelah kematian dan agar harta benar-benar digunakan untuk tujuan yang bermanfaat. Melalui wasiat, seseorang bisa meninggalkan kebaikan jangka panjang yang menjadi amal saleh setelah kematiannya.
6. Hibah
Hibah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain semasa hidupnya tanpa imbalan. Islam mendorong umatnya untuk bersedekah dan berbagi, namun tetap dengan aturan agar hibah tidak menimbulkan ketidakadilan di antara ahli waris. Dalam hukum keluarga, hibah berfungsi sebagai wujud kasih sayang dan kepedulian sosial, sekaligus bentuk pemerataan harta dalam keluarga. Dengan hibah yang adil, hubungan antaranggota keluarga dapat terjaga dan terhindar dari pertikaian.
7. Waris
Warisan merupakan salah satu bidang yang paling rinci diatur dalam Al-Qur’an. Pembagian harta waris harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat agar tidak menimbulkan kezaliman. Hukum faraidh menjamin hak setiap ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan porsi yang telah ditetapkan Allah. Tujuan utamanya bukan hanya pembagian materi, tetapi juga menjaga keadilan dan keharmonisan di antara keluarga yang ditinggalkan.
Urgensi Hukum Keluarga dalam Kehidupan Muslim
Hukum keluarga Islam tidak hanya mengatur hubungan antarindividu, tetapi juga membentuk pondasi moral dan sosial masyarakat. Ia menjadi benteng agar kehidupan keluarga berjalan sesuai nilai-nilai syariat, sekaligus menjadi alat untuk menegakkan keadilan bagi setiap anggota keluarga. Dalam praktiknya, hukum keluarga berperan penting menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam rumah tangga, serta menuntun setiap anggota keluarga agar hidup dalam suasana kasih sayang dan tanggung jawab.
Dalam konteks sosial, hukum keluarga berperan menjaga stabilitas masyarakat. Ketika keluarga berjalan harmonis dan penuh nilai-nilai Islam, masyarakat pun akan kuat dan tertata. Sebaliknya, ketika hukum keluarga diabaikan, muncul berbagai persoalan sosial seperti perceraian tanpa kejelasan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga sengketa warisan yang berkepanjangan. Karena itu, membangun kesadaran terhadap hukum keluarga sejatinya adalah bagian dari membangun peradaban Islam yang kokoh dan berkeadilan.
Dalam kehidupan umat Islam di Indonesia, urgensi hukum keluarga semakin terasa karena ia menjadi bagian nyata dari sistem hukum nasional. Melalui keberadaan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan pengadilan agama, umat Islam memiliki pedoman hukum yang mengatur kehidupan keluarga secara lebih terarah dan pasti. Aturan-aturan ini membantu masyarakat memahami bagaimana menjalankan pernikahan, menyelesaikan perceraian, membagi warisan, atau menentukan perwalian dengan adil dan sesuai ajaran Islam.
Lebih dari itu, hukum keluarga di Indonesia juga berperan sebagai jembatan antara nilai-nilai syariat dan realitas sosial masyarakat. Ia menyesuaikan prinsip-prinsip agama dengan kebutuhan kehidupan modern tanpa menghilangkan ruh syariat itu sendiri. Dengan cara inilah hukum keluarga terus hidup, relevan, dan memberikan arah bagi umat Islam Indonesia untuk membangun keluarga yang harmonis, berkeadilan, dan diridhai Allah SWT.
Penutup
Hukum keluarga di Indonesia memiliki akar yang kuat dari ajaran Islam, namun berkembang dalam bingkai sistem hukum nasional yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kehadiran Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjadi tonggak penting dalam menyatukan berbagai pandangan fiqh ke dalam satu pedoman hukum yang dapat diterapkan secara praktis di pengadilan agama. Melalui KHI, prinsip-prinsip syariat diterjemahkan ke dalam aturan hukum yang sesuai dengan konteks masyarakat Indonesia yang majemuk dan bernegara hukum.
Dalam praktiknya, hukum keluarga di Indonesia berperan besar dalam menjaga ketertiban, keadilan, dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara, khususnya bagi umat Islam. Ia menjadi payung hukum dalam berbagai urusan seperti perkawinan, perceraian, warisan, perwalian, wasiat, dan hibah, serta memastikan agar setiap keputusan keluarga berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan adanya sistem hukum keluarga yang teratur, masyarakat memiliki kepastian dan keadilan dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya.
Keberadaan hukum keluarga di Indonesia menunjukkan bahwa ajaran Islam dapat diintegrasikan dengan sistem hukum modern tanpa kehilangan esensi nilai-nilainya. Ia tumbuh dan berkembang seiring dinamika masyarakat, menjawab tantangan zaman, dan tetap berpijak pada prinsip keadilan serta kemaslahatan.
0 komentar