Oktober 20, 2025
Seri Hukum Keluarga Islam: Bagian 2 - Antara Adat, Agama, dan Negara
Interaksi antara hukum Islam, adat, dan hukum nasional dalam urusan keluarga
Oleh: Lina Amalia -Paralegal LBH Anamfal-
Senin, 20 Oktober 2025
Hukum keluarga di Indonesia memiliki posisi yang unik dan kompleks. Ia tidak hanya berdiri di atas satu sumber hukum tunggal, melainkan terbentuk dari interaksi tiga pilar besar: adat, agama, dan negara. Ketiganya hidup berdampingan, saling memengaruhi, dan terkadang menimbulkan dinamika tersendiri dalam praktik kehidupan masyarakat.
Sejak masa sebelum kemerdekaan, hukum adat telah menjadi pedoman utama dalam mengatur hubungan kekeluargaan. Setelah Islam berkembang luas di Nusantara, nilai-nilai syariat kemudian turut membentuk corak hukum keluarga yang berlaku di tengah masyarakat. Sementara itu, setelah Indonesia merdeka, negara berperan mengatur dan menyatukan beragam sistem hukum tersebut ke dalam kerangka hukum nasional yang bersifat formal dan mengikat.
Hukum Adat: Akar Sosial dalam Kehidupan Keluarga
Sebelum sistem hukum modern diperkenalkan, masyarakat Indonesia hidup dengan hukum adat sebagai panduan utama dalam mengatur urusan keluarga mulai dari perkawinan, warisan, hingga perwalian. Hukum adat bersifat komunal dan kontekstual, artinya ia tumbuh dari nilai-nilai sosial dan tradisi masyarakat setempat.
Dalam banyak daerah, hukum adat tidak hanya berfungsi sebagai aturan, tetapi juga sebagai cerminan budaya dan identitas suatu komunitas. Misalnya, dalam masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, pewarisan harta dilakukan melalui garis keturunan ibu. Berbeda halnya dengan masyarakat Batak atau Jawa, yang lebih menekankan garis keturunan ayah (patrilineal).
Kehadiran hukum adat ini menunjukkan bahwa sistem hukum keluarga di Indonesia telah lama memiliki akar sosial yang kuat, bahkan sebelum adanya regulasi formal dari negara. Meski demikian, hukum adat tidak bisa berdiri sendiri, sebab ia harus menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat dan hukum positif yang berlaku.
Hukum Islam: Landasan Normatif bagi Umat Muslim
Seiring dengan penyebaran Islam di Nusantara, nilai-nilai syariat mulai mewarnai kehidupan keluarga masyarakat Indonesia. Prinsip-prinsip seperti keadilan, tanggung jawab, dan keseimbangan hak antara suami, istri, dan anak menjadi bagian penting dalam sistem sosial masyarakat.
Dalam konteks hukum formal, nilai-nilai ini kemudian dikodifikasikan melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 yang menjadi pedoman bagi pengadilan agama dalam menyelesaikan perkara keluarga umat Islam.
Melalui KHI, hukum Islam mendapatkan kedudukan resmi dalam sistem hukum nasional. Ia menjadi jembatan antara hukum agama dan hukum negara yang dimana hal ini memastikan agar pelaksanaan syariat dalam urusan keluarga dapat berjalan selaras dengan prinsip keadilan dan tertib hukum di Indonesia.
Hukum Negara: Penyatu dan Penjamin Keadilan
Negara berperan penting dalam menyatukan berbagai sistem hukum yang hidup di masyarakat. Melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Indonesia menegaskan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama masing-masing dan dicatat oleh negara. Ketentuan ini menjadi titik temu antara agama dan hukum positif.
Selain itu, keberadaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (beserta perubahannya) memberikan dasar kelembagaan bagi umat Islam untuk menyelesaikan perkara keluarga di bawah sistem peradilan nasional. Dengan demikian, hukum negara tidak menghapus hukum agama maupun adat, tetapi mengatur agar pelaksanaannya berada dalam koridor hukum yang pasti dan adil.
Fungsi hukum negara dalam konteks ini adalah menjamin kepastian dan kesetaraan hukum, agar setiap warga negara apapun latar belakang budayanya memperoleh perlindungan yang sama di hadapan hukum.
Interaksi dan Dinamika Tiga Pilar Hukum
Dalam praktiknya, hubungan antara hukum adat, agama, dan negara tidak selalu berjalan mulus. Kadang muncul perbedaan pendapat, misalnya dalam urusan warisan atau pernikahan adat yang tidak tercatat di lembaga resmi negara. Situasi seperti ini bisa menimbulkan perbedaan cara pandang antara aturan adat, hukum agama, dan hukum negara.
Namun, dari perbedaan itulah justru lahir ciri khas hukum keluarga di Indonesia: beragam tapi tetap menyatu. Hukum adat memberi kedekatan dengan nilai budaya dan tradisi masyarakat, hukum agama memberi dasar moral dan spiritual, sedangkan hukum negara menjamin kepastian dan keadilan secara hukum. Ketiganya saling melengkapi, membentuk sistem hukum keluarga yang sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk dan berkeadilan.
0 komentar