November 01, 2025




Seri Hukum Keluarga Islam: Bagian 10 - Ketika Ikatan Terurai


(Mengetahui definisi talak, cerai gugat, khulu' dan fasakh)

Oleh: Lina Amalia -Paralegal LBH Anamfal-

Sabtu, 31 Oktober 2025

Setiap pernikahan dimulai dengan janji suci untuk saling mencintai, menjaga, dan menemani dalam suka maupun duka. Namun tidak semua ikatan berakhir bahagia. Ada kalanya rumah tangga yang dibangun dengan harapan justru berubah menjadi ladang pertengkaran. Dalam situasi demikian, perceraian sering kali menjadi pilihan terakhir yang pahit namun harus ditempuh.

Islam tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa hubungan manusia bisa retak. Syariat justru memberikan jalan hukum yang terukur agar perpisahan tetap dilakukan dengan cara yang bermartabat dan adil. Talak, cerai gugat, khuluk, dan fasakh bukan sekadar istilah merupakan bagian dari sistem sosial yang menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban suami istri. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), keempatnya diatur secara rinci agar proses perceraian tidak dilakukan secara emosional, melainkan melalui mekanisme hukum yang pasti.

Talak 

Dalam ajaran Islam, talak berasal dari kata á¹­hallaqa yang berarti “melepaskan ikatan”. Secara hukum, talak adalah hak suami untuk mengakhiri pernikahan dengan istrinya. Namun hak ini bukan tanpa batas. Islam menegaskan bahwa talak adalah perbuatan halal yang paling dibenci Allah. Artinya, talak hanya boleh dijadikan jalan terakhir setelah semua upaya damai ditempuh

Fiqh mengatur jenis-jenis talak dengan detail: talak raj’i (yang bisa dirujuk kembali selama masa iddah), talak ba’in shugra (yang bisa dirujuk dengan akad baru), dan talak ba’in kubra (yang tidak dapat dirujuk sama sekali kecuali setelah istri menikah dengan orang lain secara sah). Aturan ini menunjukkan betapa seriusnya Islam memandang perceraian; ia tidak boleh diucapkan dalam kemarahan atau main-main.

Dalam konteks Indonesia, KHI Pasal 117 menegaskan bahwa talak baru sah secara hukum jika diucapkan di depan sidang Pengadilan Agama. Tujuannya agar tidak terjadi talak sembarangan yang merugikan perempuan. Pengadilan juga memastikan bahwa hak-hak istri, seperti nafkah iddah, mut’ah, dan hak asuh anak, dipenuhi sebagaimana mestinya. 

Cerai Gugat

Berbeda dengan talak, Cerai gugat adalah mekanisme perceraian yang diajukan oleh istri melalui Pengadilan Agama. Alasan perceraian biasanya bersifat umum dan sah menurut hukum, misalnya perselisihan terus-menerus, kekerasan dalam rumah tangga, salah satu pihak melakukan zina, mabuk, atau meninggalkan pasangannya. Proses ini tidak memerlukan persetujuan suami.

Dalam KHI, cerai gugat diatur dalam Pasal 132 yang menyebutkan:

“Istri dapat mengajukan gugatan cerai apabila suami melakukan perbuatan yang tidak wajar, menelantarkan istri, atau tidak memenuhi kewajiban dalam rumah tangga sehingga pernikahan tidak dapat diteruskan.”

Pengadilan akan menilai alasan yang diajukan dan membuktikan kebenarannya melalui sidang. Jika terbukti sah, hakim memutuskan perceraian tanpa kewajiban istri membayar kompensasi. Dengan demikian, cerai gugat memberikan ruang bagi perempuan yang mengalami ketidakadilan dalam rumah tangga untuk menuntut haknya secara legal.

Di Indonesia, perkara cerai gugat kini mendominasi sidang Pengadilan Agama. Fenomena ini mencerminkan meningkatnya kesadaran perempuan terhadap hak-haknya, sekaligus menunjukkan bahwa hukum Islam sangat melindungi. Pengadilan menjadi tempat mencari keadilan yang seimbang yang dimana tidak semata berpihak pada suami, tetapi juga menimbang maslahat kedua belah pihak.

Khulu'

Khuluk merupakan bentuk perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan kepada suami di mana istri bersedia membayar ganti rugi (‘iwadh) untuk melepaskan diri dari ikatan pernikahan. Dalam hadis riwayat al-Bukhari, diceritakan kisah istri Tsabit bin Qais yang datang kepada Rasulullah SAW karena tidak lagi mampu mencintai suaminya. Ia berkata, “Aku tidak mencelanya dalam agama dan akhlaknya, tapi aku takut kufur terhadap nikmat Allah.” Rasulullah kemudian memperkenankan khuluk dengan syarat istri mengembalikan mahar.

Salah satu karakteristik utama khulu’ adalah inisiatif berasal dari istri. Istri mengajukan perceraian ketika ada alasan yang dibenarkan syariat, seperti suami melakukan kekejaman, menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, perselisihan yang terus-menerus tanpa harapan rukun kembali, atau kondisi lain yang membuat pernikahan tidak dapat diteruskan.

Dalam khulu’, istri memberikan kompensasi atau tebusan (‘iwadh) kepada suami, yang bisa berupa pengembalian mahar, harta, atau sejumlah uang lain yang disepakati. Nilainya bisa sama, lebih kecil, atau lebih besar dari mahar awal, tergantung kesepakatan kedua pihak. Meskipun kadang diucapkan dengan lafaz talak, khulu’ bukan talak biasa; hukumnya mirip fasakh atau pembatalan akad nikah. Hal ini berarti suami tidak memiliki hak rujuk secara langsung seperti pada talak raj’i.

Selain itu, masa tunggu (iddah) dalam khulu’ biasanya hanya satu kali haid, berbeda dengan talak yang biasanya tiga kali haid. Proses khulu’ sendiri umumnya dilakukan melalui Pengadilan Agama, di mana hakim membantu memastikan perceraian dilakukan secara sah, adil, dan hak-hak kedua pihak terlindungi.

KHI Pasal 148 hingga 150 mengatur khuluk secara jelas. Khuluk dapat dilakukan apabila suami setuju dan istri membayar tebusan yang disepakati. Namun jika suami menolak dan alasan istri kuat, maka hakim dapat memutuskan perceraian berdasarkan prinsip kemaslahatan. 

Fasakh

Dalam fiqh, fasakh berarti “membatalkan” pernikahan. Proses ini dilakukan oleh hakim jika salah satu pihak terbukti melanggar syarat-syarat perkawinan atau menimbulkan mudarat bagi pasangannya. Fasakh bisa diajukan oleh istri apabila suami cacat berat, gila, tidak memberi nafkah, menghilang bertahun-tahun, atau berbuat kezaliman yang membahayakan.

KHI Pasal 116 merinci berbagai alasan yang bisa menjadi dasar fasakh, seperti suami dihukum penjara lebih dari lima tahun, bersikap kasar, atau melakukan perselingkuhan. Fasakh menjadi solusi ketika hubungan sudah tidak dapat dipertahankan dan suami tidak bersedia menjatuhkan talak. Dalam hal ini, pengadilan memiliki wewenang untuk memutuskan perceraian demi menjaga keadilan dan keselamatan pihak yang dirugikan.


        Penutup 

Perceraian dalam Islam bukan akhir dari segalanya, melainkan babak baru menuju kedewasaan. Talak, cerai gugat, khuluk, dan fasakh adalah empat jalan hukum yang mengatur perpisahan agar tetap dalam koridor moral. Syariat tidak mendorong perpisahan, tetapi mengajarkannya sebagai jalan terakhir yang penuh pertimbangan.

Islam tidak ingin umatnya hidup dalam penderitaan. Jika perpisahan menjadi jalan terbaik, maka lakukanlah dengan cara yang baik sebagaimana pesan Al-Qur’an dalam surah Al-Baqarah ayat 229:

“Ceraikanlah mereka dengan cara yang baik.”

May You Also Like This

0 komentar

LBH Anamfal


LBH Anamfal Jakarta
@Vila Inti Persada  
Blok A2, No.28, RT/RW: 001/019, Kel. Pamulang Timur, Kec. Pamulang 
Kota Tangerang Selatan, Prov. Banten

LBH Anamfal Cirebon
@Pesantren Qur'an Anamfal 
Jl. Raya Pasawahan, Pasawahan, Susukan Lebak, Cirebon

WA CS :  +62899-5625-137 (Faridah), 0821-1443-4905 (Gerard)
Email: lbh.anamfal@gmail.com

Visitor