Oktober 25, 2025


  

Seri Hukum Keluarga Islam: Bagian 7 - Menyelami Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Islam


(Menelaah Keseimbangan Peran dan Tanggung Jawab dalam Rumah Tangga)

Oleh: Lina Amalia -Paralegal LBH Anamfal-

Sabtu, 25 Oktober 2025


Dalam pandangan hukum Islam, pernikahan bukan sekadar ikatan lahiriah antara seorang laki-laki dan perempuan, melainkan sebuah perjanjian suci (mitsaqan ghalizha) yang memiliki dimensi spiritual, sosial, dan hukum. Tujuan utama dari pernikahan adalah untuk menciptakan sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam kehidupan berumah tangga. Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam menempatkan hak dan kewajiban suami istri dalam posisi yang seimbang, bukan identik, tetapi saling melengkapi sesuai dengan fitrah dan peran masing-masing.

1. Landasan Teologis dan Yuridis

Keseimbangan hak dan kewajiban suami istri diatur secara jelas dalam Al-Qur’an dan hadis. Dalam surah Ar-Rum ayat 21, Allah berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”

Ayat ini menunjukkan bahwa hubungan suami istri bukanlah hubungan kekuasaan, melainkan hubungan kemitraan yang dilandasi rasa saling menghormati dan kasih sayang. Sementara itu, dalam surah Al-Baqarah ayat 228, Allah menegaskan:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut, tetapi para suami mempunyai kelebihan satu tingkat atas mereka.”

Kelebihan yang dimaksud bukanlah bentuk superioritas mutlak, melainkan tanggung jawab kepemimpinan (qawwamah) yang menuntut suami untuk menjadi pelindung, penanggung jawab nafkah, serta pemimpin yang adil dan bijaksana.

Dalam sistem hukum positif Indonesia, prinsip ini juga tercermin dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam (KHI). Pasal 31 ayat (3) UU Perkawinan menyebutkan bahwa “suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.” Namun, pasal ini tidak menempatkan istri sebagai pihak yang lebih rendah, melainkan menegaskan pembagian peran sesuai kodrat dan tanggung jawab masing-masing pihak.

2. Hak dan Kewajiban Suami

Dalam hukum Islam, suami memiliki tanggung jawab besar terhadap keluarganya. Di antara kewajiban utama suami adalah:

1. Memberi nafkah lahir dan batin.

Suami berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya, baik dalam bentuk kebutuhan materi (pangan, sandang, papan) maupun kebutuhan emosional dan seksual. Kewajiban ini bersifat mutlak selama istri tidak nusyuz (durhaka) atau menolak kewajiban rumah tangganya tanpa alasan syar’i.

2. Menjadi pemimpin dan pelindung keluarga.

Sebagaimana disebut dalam surah An-Nisa ayat 34, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” Pemimpin di sini berarti yang bertanggung jawab dalam menjaga, mengarahkan, dan menuntun keluarganya ke jalan yang diridhai Allah, bukan pemimpin yang otoriter atau menindas.

3. Memperlakukan istri dengan baik.

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi). Suami harus memperlakukan istrinya dengan adil, penuh kasih sayang, dan menghormati hak-haknya sebagai individu.

4. Memberi pendidikan dan bimbingan agama.

Suami wajib membimbing keluarganya agar menjalankan ajaran Islam dengan benar. Dalam konteks modern, kewajiban ini juga dapat dimaknai sebagai dorongan bagi suami untuk mendukung pendidikan istri dan anak-anaknya, baik dalam hal agama maupun pengetahuan umum.

3. Hak dan Kewajiban Istri

Istri dalam Islam bukan sekadar “pengikut” suami, melainkan mitra sejajar dalam membangun rumah tangga. Hak dan kewajibannya pun diatur dengan memperhatikan keseimbangan moral dan sosial.

1. Hak untuk mendapatkan nafkah dan perlindungan.

Selama menjalankan kewajiban sebagai istri dengan baik, ia berhak memperoleh nafkah lahir dan batin dari suaminya.

2. Kewajiban untuk taat kepada suami dalam hal yang ma’ruf.

Ketaatan istri kepada suami bukan bentuk penindasan, melainkan bentuk penghormatan terhadap tatanan keluarga. Ketaatan ini dibatasi oleh prinsip “ma’ruf”, yaitu selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.

3. Menjaga kehormatan diri dan keluarga.

Istri berkewajiban menjaga kehormatan dirinya dan nama baik keluarganya, serta menjaga rahasia rumah tangga.

4. Mengelola rumah tangga dengan bijaksana.

Meskipun tidak wajib secara hukum, peran istri dalam mengatur urusan rumah tangga dan mendidik anak merupakan bentuk kontribusi nyata dalam menjaga keutuhan keluarga.


4. Keseimbangan dan Dinamika Peran dalam Rumah Tangga

Islam menolak model relasi suami istri yang timpang, baik patriarkal ekstrem yang menindas istri maupun liberal ekstrem yang menghapus peran kepemimpinan suami. Prinsip yang diusung adalah musyawarah, keadilan, dan saling melengkapi.

Keseimbangan ini juga tercermin dalam hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban:

“Sesungguhnya wanita adalah saudara kandung laki-laki.”

Artinya, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sejajar di hadapan Allah, dengan fungsi dan tanggung jawab yang berbeda namun saling mendukung. Dalam konteks modern, keseimbangan ini bisa diwujudkan dengan komunikasi terbuka, pembagian tanggung jawab rumah tangga yang adil, serta dukungan timbal balik dalam karier dan kehidupan sosial.

5. Penutup

Hak dan kewajiban suami istri dalam hukum Islam mencerminkan konsep keseimbangan yang dinamis antara keadilan dan kasih sayang. Suami dan istri adalah dua insan yang diikat oleh akad suci, yang menuntut keduanya untuk saling memahami, menghormati, dan menunaikan tanggung jawab sesuai dengan tuntunan agama.

Ketika masing-masing pihak memahami posisinya sebagai mitra dalam ibadah, bukan pesaing dalam kekuasaan, maka rumah tangga akan menjadi tempat bersemainya ketenangan dan keberkahan. Dalam kerangka ini, Islam menegaskan bahwa kesejahteraan keluarga lahir dari keikhlasan dan kesadaran akan tanggung jawab bersama di hadapan Allah SWT.

May You Also Like This

0 komentar

LBH Anamfal


LBH Anamfal Jakarta
@Vila Inti Persada  
Blok A2, No.28, RT/RW: 001/019, Kel. Pamulang Timur, Kec. Pamulang 
Kota Tangerang Selatan, Prov. Banten

LBH Anamfal Cirebon
@Pesantren Qur'an Anamfal 
Jl. Raya Pasawahan, Pasawahan, Susukan Lebak, Cirebon

WA CS :  +62899-5625-137 (Faridah), 0821-1443-4905 (Gerard)
Email: lbh.anamfal@gmail.com

Visitor