Oktober 25, 2025


 

Seri Hukum Keluarga Islam: Bagian 8 - Apa Makna Mahar, Nafkah, dan Harta Bersama dalam Pandangan Hukum Islam?


(Melihat Ulang Makna Harta dan Keadilan dalam Perkawinan)

Oleh: Lina Amalia -Paralegal LBH Anamfal-

Sabtu, 25 Oktober 2025


Dalam hukum Islam, pernikahan bukan hanya peristiwa sosial dan emosional, melainkan juga perikatan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak. Salah satu aspek penting dalam hubungan perkawinan adalah persoalan harta, yang meliputi mahar, nafkah, serta pengaturan terhadap harta bersama. Ketiganya memiliki nilai ibadah sekaligus nilai hukum, karena di dalamnya terkandung tanggung jawab, keadilan, dan kesejahteraan keluarga.

Islam menempatkan urusan harta dalam perkawinan bukan semata urusan materi, melainkan sebagai bentuk manifestasi tanggung jawab dan penghargaan antara suami dan istri. Oleh sebab itu, pembahasan mengenai mahar, nafkah, dan harta bersama menjadi penting untuk memahami keseimbangan hak dan kewajiban dalam rumah tangga.


1. Mahar sebagai Hak Istri dan Simbol Tanggung Jawab

Mahar atau á¹£adaq merupakan pemberian wajib dari suami kepada istri dalam akad nikah. Dasar hukum mahar terdapat dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 4:

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”

Ayat tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan hak penuh istri yang diberikan dengan niat tulus, bukan transaksi atau imbalan. Mahar juga menjadi simbol penghargaan terhadap martabat perempuan dan bukti kesungguhan suami dalam membangun rumah tangga.

Dalam hukum positif Indonesia, ketentuan tentang mahar dijelaskan dalam Pasal 30 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyatakan bahwa mahar diberikan langsung oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita dan menjadi hak pribadi istri. Dengan demikian, setelah mahar diberikan, suami tidak berhak memintanya kembali, kecuali atas kerelaan istri.

2. Nafkah sebagai Kewajiban Pokok Suami

Kewajiban memberi nafkah merupakan bagian dari tanggung jawab kepemimpinan suami dalam rumah tangga. Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 34, disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan karena mereka menafkahkan sebagian dari hartanya. Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban menafkahi bukan bentuk dominasi, melainkan tanggung jawab moral dan ekonomi.

Nafkah yang dimaksud mencakup kebutuhan lahir seperti sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan batin berupa perhatian, perlindungan, dan kasih sayang. Ketentuan ini juga ditegaskan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyebutkan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuannya.

Namun realitanya, pemberian nafkah harus memperhatikan kemampuan suami. Prinsip keadilan yang diatur dalam surah At-Talaq ayat 7 menyebutkan bahwa setiap orang hendaknya memberi nafkah menurut kemampuannya. Dengan demikian, Islam menolak beban yang berlebihan bagi salah satu pihak, dan menekankan keseimbangan antara kewajiban dan kemampuan.

3. Harta Bersama sebagai Wujud Kerjasama dalam Rumah Tangga

Selain mahar dan nafkah, Islam juga mengenal konsep harta bersama (syirkah al-‘aqd), yaitu harta yang diperoleh suami dan istri selama masa perkawinan. Dalam perspektif hukum Islam, harta yang diperoleh selama perkawinan baik oleh suami maupun istri yang pada dasarnya menjadi milik bersama, kecuali jika dibuktikan sebagai harta pribadi.

Kompilasi Hukum Islam Pasal 85 menyatakan bahwa:

“Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan. Harta masing-masing tetap menjadi milik masing-masing, kecuali harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Ketentuan ini mengandung makna bahwa peran istri dalam rumah tangga, meskipun tidak bekerja di luar rumah, tetap diakui sebagai kontribusi terhadap harta bersama. Istri yang mendukung suami, mengatur rumah tangga, serta mendidik anak-anak, dianggap berpartisipasi dalam terbentuknya kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, dalam hal terjadi perceraian, pembagian harta bersama dilakukan secara adil, dengan memperhatikan kontribusi masing-masing pihak.

4. Dimensi Ibadah dalam Pengelolaan Harta Keluarga

Aspek menarik dari pembahasan ini adalah bahwa seluruh pengaturan harta dalam rumah tangga memiliki nilai ibadah. Memberi mahar, menafkahi keluarga, dan mengelola harta bersama merupakan amal yang berpahala. Rasulullah SAW bersabda:

“Dinar yang paling baik yang dinafkahkan seseorang adalah dinar yang dinafkahkan untuk keluarganya.” (HR. Muslim)

Dengan demikian, Islam memandang bahwa kesejahteraan ekonomi keluarga harus disertai dengan niat ibadah. Suami yang menafkahi dengan ikhlas dan istri yang mengelola dengan amanah keduanya mendapat pahala di sisi Allah SWT.


May You Also Like This

0 komentar

LBH Anamfal


LBH Anamfal Jakarta
@Vila Inti Persada  
Blok A2, No.28, RT/RW: 001/019, Kel. Pamulang Timur, Kec. Pamulang 
Kota Tangerang Selatan, Prov. Banten

LBH Anamfal Cirebon
@Pesantren Qur'an Anamfal 
Jl. Raya Pasawahan, Pasawahan, Susukan Lebak, Cirebon

WA CS :  +62899-5625-137 (Faridah), 0821-1443-4905 (Gerard)
Email: lbh.anamfal@gmail.com

Visitor